
Dream Theater adalah band progresif metal asal Amerika Serikat yang didirikan pada tahun 1985 dengan nama awal Majesty. Seperti halnya banyak band lain, perubahan formasi kerap terjadi sepanjang perjalanan mereka. Band yang beranggotakan para alumni Berklee College of Music, Boston, Massachusetts ini kini diperkuat oleh John Petrucci (gitar), John Myung (bass), Jordan Rudess (keyboard), James LaBrie (vokal), dan Mike Mangini (drum).
Tulisan ini tidak akan membahas perdebatan mengenai siapa yang lebih baik antara Mike Mangini dan Mike Portnoy—mantan drummer yang telah bermain bersama Dream Theater selama 25 tahun. Sebaliknya, kita akan membahas bagaimana dinamika musik mereka mampu mengisi ruang dengar kita, termasuk bagi masyarakat awam.
Di Antara Musik yang Menenangkan dan Musik yang Menantang
Beberapa waktu belakangan, industri musik Indonesia didominasi oleh lagu-lagu yang lebih easy listening, dengan ritme santai dan lirik yang berkutat pada tema cinta, mantan, dan nostalgia. Sebagian kritikus musik menganggap tren ini sebagai sebuah kemunduran. Namun, pada akhirnya, musik diciptakan untuk dinikmati oleh pendengar. Apapun kritik yang disampaikan, jika sebuah lagu berhasil di pasaran, itu menandakan kesuksesan musisinya dalam meracik musik yang diminati publik.
Pertemuan Pertama dengan Dream Theater
Saat masih SMP dan SMA, saya pertama kali mendengar musik Dream Theater. Kesannya? Tidak biasa! Saya bahkan sempat menyebut mereka sebagai “band alien.”
Alasannya sederhana: musik mereka jauh dari pakem yang saya kenal. Jika biasanya sebuah lagu mengikuti pola ritme yang teratur, Dream Theater justru menghadirkan kompleksitas yang menantang ekspektasi. Ritme drum mereka sering kali berubah secara tak terduga—kadang dimulai pelan lalu melaju kencang, terkadang dalam hitungan genap, ganjil, atau bahkan terasa tidak beraturan sama sekali!
Selain itu, peran bass dalam musik mereka terasa lebih seperti instrumen melodis ketimbang sekadar pengiring. Keyboard dan gitar pun seolah saling bersahutan, menciptakan harmoni yang unik dan penuh eksplorasi. Bagi telinga yang terbiasa dengan musik yang lebih sederhana, keunikan ini bisa terasa membingungkan sekaligus mengagumkan.
Misteri dan Keunikan Dream Theater
Keistimewaan Dream Theater tidak hanya terletak pada pola musik mereka yang kompleks, tetapi juga pada konsep yang mereka usung dalam album-albumnya.
Misalnya, dalam album Metropolis Pt. 2: Scenes From A Memory (1999), semua lagu yang berjumlah 12 membentuk sebuah cerita yang saling terkait. Album ini menceritakan perjalanan Nicholas yang mencoba mengungkap misteri masa lalunya dan kisah cintanya.
Selain itu, Dream Theater sering kali menyisipkan elemen dari lagu-lagu mereka sebelumnya ke dalam lagu-lagu baru, menciptakan hubungan tersembunyi yang hanya dapat ditemukan oleh pendengar yang teliti. Hal ini semakin memperkuat kesan bahwa mereka adalah band yang suka bereksperimen dan “bermain” dengan para pendengarnya.
Musik yang Tidak Hanya Didengar, tetapi Dipikirkan
Meskipun musik Dream Theater penuh dengan ketidakteraturan, sebenarnya ada keteraturan di dalamnya. Tak heran, band ini sering dijuluki sebagai “band profesor.” Mike Mangini, misalnya, adalah seorang profesor di Departemen Perkusi Berklee College of Music.
Musik mereka bukan hanya untuk dinikmati, tetapi juga untuk dipikirkan dan dianalisis. Ada kalanya kita membutuhkan lagu-lagu lembut untuk menemani suasana hati yang melankolis, tetapi ada kalanya pula kita ingin mendengarkan musik yang lebih menantang, yang memaksa kita untuk berpikir dan memahami struktur di baliknya.
Dan di saat itulah, Dream Theater menjadi pilihan yang tepat.
Link Terkait :
- Slot Paling Gacor
- https://inmobiliariacastellano.es/
- https://dialinas.gr/
- https://wataugahabitat.org/
- https://amjad.jde.ir/
- https://dp3a.sultengprov.go.id/-/slot88/
- https://ijrasht.com/
- https://www.tascadasfodinhas.com/
- https://www.mkryptor.com/
- https://nhyirafie.com/
- https://sevensassociates.com/
- https://www.omenubio.fr/
- https://muvaimart.in/